Kamis, 13 Mei 2010

TEKNOLOGI

TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI :

KONSEP DAN PERKEMBANGANNYA

Oleh :

EDY HARYANTO,ST

SMAN 1 WARU PAMEKASAN

2008 Pendahuluan

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian

dari ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara umum

adalah semua yang teknologi berhubungan dengan

pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan,

penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi

(Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 6). Tercakup

dalam definisi tersebut adalah semua perangkat keras,

perangkat lunak, kandungan isi, dan infrastruktur komputer

maupun (tele)komunikasi. Istilah TIK atau ICT (Information and

Communication Technology), atau yang di kalangan negara

Asia berbahasa Inggris disebut sebagai Infocom, muncul

setelah berpadunya teknologi komputer (baik perangkat keras

maupun perangkat lunaknya) dan teknologi komunikasi sebagai

sarana penyebaran informasi pada paruh kedua abad ke-20.

Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang sangat pesat,

jauh melampaui bidang-bidang teknologi lainnya. Bahkan

sampai awal abad ke-21 ini, dipercaya bahwa bidang TIK masih

akan terus pesat berkembang dan belum terlihat titik jenuhnya

sampai beberapa dekade mendatang. Pada tingkat global,

perkembangan TIK telah mempengaruhi seluruh bidang

kehidupan umat manusia. Intrusi TIK ke dalam bidang-bidang

teknologi lain telah sedemikian jauh sehingga tidak ada satupun

peralatan hasil inovasi teknologi yang tidak memanfaatkan

perangkat TIK. Membicarakan pengaruh TIK pada berbagai bidang lain tentu

memerlukan waktu diskusi yang sangat panjang. Dalam

makalah ini, kaitan TIK dengan proses pembelajaran disoroti

lebih dibanding dengan kaitannya dengan bidang lain. Tanpa

mengecilkan pengaruh TIK di bidang lain, bidang pembelajaran

mendapatkan manfaat lebih dalam kaitannya dengan

kemampuan TIK mengolah dan menyebarkan informasi.

Perkembangan TIK

Bila dilacak ke belakang, terdapat beberapa tonggak

perkembangan teknologi yang secara nyata memberi

sumbangan terhadap eksistensi TIK saat ini. Pertama adalah

temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875.

Temuan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penggelaran

jaringan komunikasi dengan kabel yang melilit seluruh daratan

Amerika, bahkan kemudian diikuti pemasangan kabel

komunikasi trans-atlantik. Inilah infrastruktur masif pertama

yang dibangun manusia untuk komunikasi global. Memasuki

abad ke-20, tepatnya antara tahun 1910-1920, terealisasi

transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang

pertama (Lallana, 2003:5). Komunikasi suara tanpa kabel

segera berkembang pesat, dan kemudian bahkan diikuti pula

oleh transmisi audio-visual tanpa kabel, yang berwujud siaran

televisi pada tahun 1940-an. Komputer elektronik pertama

beroperasi pada tahun 1943, yang kemudian diikuti oleh

tahapan miniaturisai komponen elektronik melalui penemuan transistor pada tahun 1947, dan rangkaian terpadu (integrated

electronics) pada tahun 1957. Perkembangan teknologi

elektronika, yang merupakan soko guru TIK saat ini,

mendapatkan momen emasnya pada era perang dingin.

Persaingan IPTEK antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok

Timur (eks Uni Sovyet) justru memacu perkembangan teknologi

elektronika lewat upaya miniaturisasi rangkaian elektronik untuk

pengendali pesawat ruang angkasa maupun mesin-mesin

perang. Miniaturisasi komponen elektronik, melalui penciptaan

rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan mikroprosesor.

Mikroprosesor inilah yang menjadi ‘otak’ perangkat keras

komputer, dan terus berevolusi sampai saat ini.

Di lain pihak, perangkat telekomunikasi berkembang pesat saat

mulai diimplementasi-kannya teknologi digital menggantikan

teknologi analog yang mulai menampakkan batas-batas

maksimal pengeksplorasiannya. Digitalisasi perangkat

telekomunikasi kemudian berkonvergensi dengan perangkat

komputer yang dari awal merupakan perangkat yang

mengadopsi teknologi digital. Produk hasil konvergensi inilah

yang saat ini muncul dalam bentuk telepon seluler. Di atas

infrastruktur telekomunikasi dan komputasi inilah kandungan isi

(content) berupa multimedia, mendapatkan tempat yang tepat

untuk berkembang. Konvergensi telekomunikasi-komputasi-

multimedia inilah yang menjadi ciri abad ke-21, sebagaimana

abad ke-18 dicirikan oleh revolusi industri. Bila revolusi industri

menjadikan mesin-mesin sebagai pengganti ‘otot’ manusia maka revolusi digital (karena konvergensi telekomunikasi-

komputasi-multimedia terjadi melalui implementasi teknologi

digital) menciptakan mesin-mesin yang mengganti (atau

setidaknya meningkatkan kemampuan) ‘otak’ manusia.

Indonesia pernah menggunakan istilah telematika (telematics)

untuk maksud yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita

kenal saat ini. Encarta Dictionary mendeskripsikan telematics

sebagai telecommunication+informatics (telekomunikasi +

informatika) meskipun sebelumnya kata itu bermakna science

of data transmission. Pengolahan informasi dan

pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi membuka

banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang

kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Ide untuk

menggunakan mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses

yang rumit, animasi proses-proses yang sulit dideskripsikan,

sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Tambahan lagi,

kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala

waktu dan tempat, juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan

dengan itu mulailah bermunculan berbagai jargon berawalan e,

mulai dari e-book, e-learning, e-laboratory, e-education, e-

library dan sebagainya. Awalan e- bermakna electronics yang

secara implisit dimaknai berdasar teknologi elektronika digital.

Kebijakan Nasional bidang TIK

Menyadari pentingnya TIK sebagai bidang yang berperan

besar dalam pembangunan nasional, Kementerian Negara

Riset dan Teknologi memberikan arahan sektor-sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan melalui kegiatan riset,

antara lain: infrastruktur informasi, perangkat lunak, kandungan

informasi (information content), pengembangan SDM dan

kelembagaan, pengembangan regulasi dan standarisasi

(Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 5).

Infrastruktur Informasi

Infrastruktur informasi terdiri atas beberapa aspek yang

seluruhnya harus dibangun secara paralel dan saling

menunjang. Aspek pertama adalah jaringan fisikyang berfungsi

sebagai jalan raya informasi baik pada tingkat jaringan tulang-

punggung maupun tingkat akses pelanggan. Jaringan tulang

punggung harus mampu menghubungkan seluruh daerah

Indonesia sampai wilayah pemerintahan terkecil. Pada tingkat

akses pelanggan harus memungkinkan tersedianya akses yang

murah dan memadai bagi masyarakat luas.

Aspek kedua menekankan pada kemanfaatan sebesar-

besarnya pengelolaan sumber informasi bagi seluruh

komponen masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai melalui

diwujudkannya interoperabilitas sumber daya informasi yang

tersebar luas sehingga dapat dimanfaatkan secara efisien dan

efektif oleh seluruh pemangku kepentingan.

Aspek terakhir adalah pengembangan perangkat keras, baik di

sisi jaringan maupun di sisi terminal. Pengembangan ini harus

dirancang berdasarkan kebutuhan dan kondisi jaringan yang

ada di Indonesia, dengan mengadopsi sistem terbuka dan menanamkan tingkat kecerdasan tertentu untuk memudahkan

integrasi sistem dan pengembangannya di masa depan.

Perangkat Lunak

Pengembangan perangkat lunak diarahkan pada realisasi

sistem aplikasi yang mampu menunjang proses transaksi

ekonomi yang cepat dan aman, serta pengambilan keputusan

yang benar dan cepat. Harga yang terjangkau dan daya saing

pada tingkat internasional merupakan salah satu kriteria yang

dipersyaratkan, khususnya mendukung kebijakan substitusi

impor.

Perangkat lunak sistem operasi dengan kehandalan tinggi dan

kebutuhan sumber daya memori maupun prosesor yang

minimal serta fleksibel terhadap perangkat keras maupun

program aplikasi yang baru, merupakan prioritas yang harus

dikembangkan. Program aplikasi juga perlu dikembangkan,

terutama yang terkait dengan sektor perekonomian, industri,

pendidikan, maupun pemerintahan.

Dalam mempercepat pengembangan dan pendayagunaan

perangkat lunak, perlu pula ditinjau implementasi konsep open

source. Penerapan konsep open source ini diharapkan mampu

menggalakkan industri perangkat lunak dengan partisipasi

seluruh lapisan masyarakat tanpa melakukan pelanggaran hak

cipta. Kandungan Informasi

Kegiatan pengembangan kandungan informasi

(information content) bertujuan melakukan penataan,

penyimpanan, dan pengolahan informasi yang diperlukan untuk

meningkatkan efisiensi proses pembangunan,

pengorganisasian, pencarian, dan pendistribusian informasi.

Kegiatan riset dan pengembangan kandungan informasi diawali

dengan pemetaan berbagai potensi dan informasi nasional

beserta pemodelan proses information retrieval. Dengan

demikian implementasi information repository dan information

sharing merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

pengembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Pemanfaatan maksimal kandungan informasi yang tersebar di

seluruh wilayah Indonesia dengan potensi lokal, akumulasi

kekayaan seni dan budaya Indonesia yang beraneka ragam

dapat pula dieksploitasi sebesar-besarnya untuk menghasilkan

produk-produk seni budaya yang berbasis multimedia.

Pengembangan SDM

Dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

diperlukan upaya peningkatan kemandirian dan keunggulan,

yang salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem

pendidikan dan pelatihan untuk membentuk keahlian dan

keterampilan masyarakat dan peneliti dalam bidang teknologi

yang strategis serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan

keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi, khususnya

teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan Regulasi dan Standarisasi

Program kajian regulasi meliputi penyusunan Undang-

Undang dan penyempurnaan berbagai kebijakan terkait bidang

teknologi informasi, komunikasi dan broadcasting. Salah

satunya adalah penyempurnaan Cetak Biru Telekomunikasi

dan UU Telekomunikasi No. 36/1999 yang sudah mulai

ketinggalan dengan perkembangan teknologi dan tuntutan

masyarakat. Penyelesaian Rancangan UU tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik dan berbagai UU lain yang dapat

mendorong pertumbuhan aplikasi IT sangatlah diharapkan

realisasinya pada tahun 2005-2025. Termasuk dalam kerangka

regulasi ini adalah mempercepat terlaksananya proses

kompetisi yang sebenar-benarnya dalam penyediaan jasa

telekomunikasi sehingga dapat memberikan perbaikan kondisi

layanan, kemudahan bagi pengguna jasa, serta harga yang

ekonomis.

TIK dalam Pembelajaran

Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah

memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif

menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi

pendidikan sebagai upaya melakukan penyebaran informasi ke

satuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara,

merupakan wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan

pendayagunaan teknologi dalam membantu proses

pembelajaran masyarakat. Kelemahan utama siaran radio

maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya interaksi imbal-balik yang seketika. Siaran bersifat searah, dari nara sumber

belajar atau fasilitator kepada pembelajar.

Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah dan

menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara,

dan movie) memberikan peluang baru untuk mengatasi

kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila

televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih-

lebih bila materi tayangannya adalah materi hasil rekaman),

pembelajaran berbasis teknologi internet memberikan peluang

berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron

(delayed). Pembelajaran berbasis Internet memungkinkan

terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan

utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada

di satu tempat yang sama. Pemanfaatan teknologi video

conference yang dijalankan berdasar teknologi Internet,

memungkinkan pembelajar berada di mana saja sepanjang

terhubung ke jaringan komputer. Selain aplikasi puncak seperti

itu, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan lebih

murah juga dapat dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK

saat ini.

Buku Elektronik

Buku elektronik atau ebook adalah salah satu teknologi

yang memanfaatkan komputer untuk menayangkan informasi

multimedia dalam bentuk yang ringkas dan dinamis. Ke dalam

ebook dapat diintegrasikan tayangan suara, grafik, gambar, animasi, maupun movie sehingga informasi yang disajikan lebih

kaya dibandingkan dengan buku konvensional.

Jenis ebook paling sederhana adalah yang sekedar

memindahkan buku konvensional menjadi bentuk elektronik

yang ditayangkan oleh komputer. Dengan teknologi ini, ratusan

buku dapat disimpan dalam satu keping CD atau compact disk

(kapasitas sekitar 700MB), DVD atau digital versatile disk

(kapasitas 4,7 sampai 8,5 GB), ataupun flashdisk (saat ini

kapasitas yang tersedia sampai 4 GB). Bentuk yang lebih

kompleks dan memerlukan rancangan yang lebih cermat ada

pada misalnya Microsoft Encarta dan Encyclopedia Britannica

yang merupakan ensiklopedi dalam format multimedia. Format

multimedia memungkinkan ebook menyediakan tidak saja

informasi tertulis tetapi juga suara, gambar, movie dan unsur

multimedia lainnya. Penjelasan tentang satu jenis musik,

misalnya, dapat disertai dengan cuplikan suara jenis musik

tersebut sehingga pengguna dapat dengan jelas memahami

apa yang dimaksud oleh penyaji.

E-learning

Beragam definisi dapat ditemukan untuk e-learning.

Victoria L. Tinio, misalnya, menyatakan bahwa e-learning

meliputi pembelajaran pada semua tingkatan, formal maupun

nonformal yang menggunakan jaringan komputer (intranet

maupun ekstranet) untuk pengantaran bahan ajar, interaksi,

dan/atau fasilitasi (Tinio, tt: 4). Untuk pembelajaran yang

sebagian prosesnya berlangsung dengan bantuan jaringan internet, sering disebut sebagai online learning. Definisi yang

lebih luas dikemukakan pada working paper SEAMOLEC, yakni

e-learning adalah pembelajaran melalui jasa elektronik

(SEAMOLEC, 2003:1). Meski beragam definisi namun pada

dasarnya disetujui bahwa e-learning adalah pembelajaran

dengan memanfaatkan teknologi elektronik sebagai sarana

penyajian dan distribusi informasi. Dalam definisi tersebut

tercakup siaran radio maupun televisi pendidikan sebagai salah

satu bentuk e-learning. Meskipun per definisi radio dan televisi

pendidikan adalah salah satu bentuk e-learning, pada

umumnya disepakati bahwa e-learning mencapai bentuk

puncaknya setelah bersinergi dengan teknologi internet.

Internet-based learning atau web-based learning dalam bentuk

paling sederhana adalah web-site yang dimanfaatkan untuk

menyajikan materi-materi pembelajaran. Cara ini

memungkinkan pembelajar mengakses sumber belajar yang

disediakan oleh nara sumber atau fasilitator kapanpun

dikehendaki. Bila diperlukan, dapat pula disediakan mailing-list

khusus untuk situs pembelajaran tersebut yang berfungsi

sebagai forum diskusi.

Fasilitas e-learning yang lengkap disediakan oleh perangkat

lunak khusus yang disebut perangkat lunak pengelola

pembelajaran atau LMS (learning management system). LMS

mutakhir berjalan berbasis teknologi internet sehingga dapat

diakses dari manapun selama tersedia akses ke internet (Hari

Wibawanto, 2006). Fasilitas yang disediakan meliputi pengelolaan siswa atau peserta didik, pengelolaan materi

pembelajaran, pengelolaan proses pembelajaran termasuk

pengelolaan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan

komunikasi antara pembelajar dengan fasilitator-fasilitatornya.

Fasilitas ini memungkinkan kegiatan belajar dikelola tanpa

adanya tatap muka langsung di antara pihak-pihak yang terlibat

(administrator, fasilitator, peserta didik atau pembelajar).

‘Kehadiran’ pihak-pihak yang terlibat diwakili oleh email, kanal

chatting, atau melalui video conference.

Aplikasi Lain

Selain e-book dan fasilitas e-learning, berbagai aplikasi

lain bermunculan (dan kadang saling berintegrasi sehingga

menimbulkan sinergi) sebagai dampak ikutan perkembangan

TIK terutama internet.

E-zine dari kata e-magazine, merupakan bentuk digital dari

majalah konvensional. Penerbitan majalah berformat digital

memungkinkan ditekannya ongkos produksi (karena tidak perlu

mencetak) dan distribusi (karena sekali diupload ke server,

seluruh dunia bisa mengaksesnya). Pemutakhiran isinya juga

dapat dilakukan dengan sangat cepat sehingga perkembangan

mutakhir dapat disajikan dengan lebih cepat. Termasuk dalam

kategori e-zine ini adalah e-newspaper yang berfokus pada

berita terkini dan e-journal yang memfokuskan diri pada laporan

hasil-hasil penelitian.

E-laboratory, merupakan bentuk digital dari fasilitas dan proses-

proses laboratorium yang dapat disimulasikan secara digital. Pada dasarnya, perangkat lunak ini adalah perangkat lunak

animasi dan simulasi yang dapat dikemas dalam keping CD,

DVD maupun disajikan pada web-site sebagai web-based

application (perangkat lunak yang berjalan pada jaringan

internet).

Blog atau weblog adalah perkembangan mutakhir di bidang

web-based application. Ide semula adalah menyediakan

fasilitas electronic diary atau buku harian elektronik untuk

remaja. Pengguna dapat mengisi buku harian tersebut

semudah menulis email, mengunggah (upload) ke server hanya

dengan meng-klik ikon, dan hasilnya adalah tayangan tulisan di

layar browser. Pemakai internet di manapun berada dapat

melihat publikasi tersebut dengan mengakses alamat situs,

misalnya: http://hariwibawanto.wordpress.com. Dari sisi

kandungan isi, blok sekarang banyak berisi gagasan, ide, dan

opini pribadi tentang satu masalah yang menarik secara

subyektif. Meskipun akurasi informasi yang tersaji masih bisa

diperdebatkan, tetapi yang penting adalah blog memungkinkan

seseorang tanpa pengetahuan desain web-site dapat dengan

mudah membuat web-site pribadi dan mengelola maupun

memutakhirkan isinya dengan sangat mudah. Kemudahan lain

adalah tersedianya banyak server blog gratis. Dalam konteks

pemanfaatannya bagi proses pembelajaran, kandungan isi blog

pembelajar, misalnya, dapat menjadi umpan balik bagi

fasilitator. Konteks Lokal: Universitas Negeri Semarang

Salah satu syarat awal keterlibatan sivitas akademika

dalam dunia TIK modern adalah computer literate atau melek

komputer. Pendekatannya bisa top-down (dari dosen turun ke

mahasiswa) atau sebaliknya bottom-up (dari mahasiswa naik ke

dosen), atau dua-duanya berjalan simultan. Pendekatan ketiga

itulah yang secara alami terjadi di Universitas Negeri Semarang

(Unnes). Penetrasi budaya masyarakat informasi yang

ditularkan oleh perguruan tinggi besar di Indonesia maupun luar

negeri telah menjadikan sebagian dosen melek komputer dan

melek internet lebh dulu dari rekan-rekannya yang lain. Aset

inilah yang secara alami melalui proses interaksi saling

memerlukan, menjadi sarana persebaran keterampilan (dan

budaya) menggunakan komputer dan internet.

Penggarapan lebih serius dilakukan oleh UPT Sumber Belajar

dan Media melalui kegiatan-kegiatan pelatihan produksi

multimedia, perancangan situs web, dan sebagainya, yang

berlangsung sejak tahun 2000. Dalam kegiatan-kegiatan

pelatihan itulah dilakukan pengenalan pemanfaatan komputer

untuk pembelajaran, sehingga menimbulkan gairah belajar-

mengajar dengan fasilitas komputer.

Sejak itu, mulailah masing-masing jurusan maupun program

studi menyediakan fasilitas laboratorium komputer maupun

laboratorium produksi multimedia. Kebutuhan yang mendesak

terhadap akses internet mulai dilayani oleh warung internet

yang bekerjasama dengan UPT Perpustakaan, kemudian disusul oleh layanan serupa di Jurusan Fisika, Jurusan

Ekonomi, dan Jurusan Teknik Elektro.

Menyadari pentingnya akses Internet dan fasilitas pembelajaran

berbasis TIK lainnya, maka pada tahun 2006, melalui program

hibah kompetisi INHERENT Unnes berupaya menyatukan

jaringan-jaringan komputer lokal yang ada di 8 fakultas dengan

menggunakan back-bone serat optik. Upaya itu berhasil

dilakukan setelah Unnes memenangkan hibah INHERENT

(Unnes, 2006). Penyatuan jaringan lokal tersebut

memungkinkan dioperasikannya sistem informasi online yang

mulai tahun 2007 dimanfaatkan sebagai sarana heregistrasi,

yudisium, dan pengisian KRS secara online. Pengembangan

selanjutnya adalah menyatukan beberapa kampus Unnes yang

berada di lokasi lain (misalnya: Program Pascasarjana di

Bendan Ngisor dan PGSD di Karanganyar) menjadi satu

jaringan dengan kampus pusat di Gunungpati. Sayangnya,

keterbatasan anggaran rutin yang disediakan Unnes

menjadikan rencana-rencana tersebut hanya dapat

dilaksanakan dengan mengandalkan dana-dana dari program

hibah kompetisi. Tim-tim yang dibentuk oleh Unnes mendapat

tugas berat untuk mengajukan dan mempertahankan proposal

yang diajukan ke Direktorat Pendidikan Tinggi, bersaing

dengan ratusan perguruan tinggi lain (negeri maupun swasta),

agar dapat didanai. Beberapa permasalahan yang ditengarai menjadi tantangan

pemanfataan TIK bagi pembelajaran di Unnes antara lain

adalah:

Adanya digital divide dalam konteks lokal Unnes sendiri. Ada

kesenjangan antara mahasiswa yang memperoleh kekayaan

informasi lebih dengan mahasiswa yang memiliki akses

informasi terbatas, baik akibat belum meratanya ketersediaan

fasilitas, kurangnya keterampilan mengakses informasi,

kurangnya dukungan finansial, maupun oleh sebab-sebab lain

yang belum bisa diidentifikasi. Kesenjangan digital ini juga

terjadi pada level dosen dan sivitas akademika lainnya.

Adanya resistansi atau penolakan baik yang bersifat statik

(berupa sifat malas berubah dan malas belajar) maupun agresif

(perlawanan, karena menjadi pihak yang ‘dirugikan’).

Ketergantungan pada sumber dana yang berasal dari hibah

kompetisi menjadikan perkembangan TIK di Unnes tidak selalu

berjalan sesuai skenario ideal. Hal itu disebabkan setiap

program hibah yang diluncurkan Dikti senantiasa memiliki arah

dan fokus sendiri, dan tidak selalu bisa dikaitkan dengan

implementasi TIK.

Peluang-peluang di Masa Depan

Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi maupun Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan, termuat mata ajaran Teknologi

Informasi dan Komunikasi untuk SMP/MI maupun

SMA/SMK/MA/MAK. Sampai saat ini belum ada Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan yang menghasilkan guru dengan spesialisasi pengajar Teknologu Informasi dan

Komunikasi. Sebagian besar guru TIK di lapangan adalah guru

yang berasal dari bidang keahlian kependidikan lain yang

kebetulan ‘bisa mengoperasikan komputer’ atau bahkan

sarjana-sarjana komputer. Ini merupakan peluang bagi LPTK

seperti Unnes, baik dengan membuka secara khusus program

studi yang terkait dengan TIK ataupun membekali calon guru

dengan keterampilan TIK yang memadai sehingga tidak

gamang menghadapi penugasan sebagai guru TIK.

Ladang garapan lain yang seharusnya digarap LPTK seperti

Unnes adalah bidang pemanfaatan TIK dalam proses

pembelajaran. Kiranya program studi Kurikulum dan Teknologi

Pendidikan (dengan penekanan pada frasa terakhir, Teknologi

Pendidikan) tepat untuk menggarap bidang tersebut. Berikut

adalah sebagian dari daftar panjang bidang-bidang yang

seharusnya digarap Unnes sebagai LPTK:

Kajian desain dan implementasi bahan ajar multimedia;

Kajian teori-teori belajar terkait proses pembelajaran online;

Kajian eksploratif pemanfaatan jaringan Internet dalam proses

pembelajaran;

Desain dan implementasi perangkat lunak pembelajaran

dengan berlandaskan pada teori belajar mutakhir;

Pemanfaatan secara kreatif aplikasi-aplikasi berbasis internet

yang telah ada menjadi alat bantu pembelajaran;

Kajian pemanfaatan chatting, blogging, maupun

teleconferencing pada proses pembelajaran; Penutup

Sebagai institusi yang menghasilkan guru dan tenaga

kependidikan lainnya, Unnes masih perlu membenahi dan terus

memperbaiki infrastruktur terkait teknologi informasi dan

komunikasi. Perbaikan infrastruktur TIK ini merupakan

keniscayaan, mengingat pesatnya perkembangan TIK pada

umumnya dan yang terkait dengan proses pembelajaran pada

khususnya. Selain perbaikan infrastruktur, rekayasa sosial

untuk mendekatkan sivitas akademika dengan TIK perlu

dilakukan mengingat bahwa adopsi teknologi hanya berhasil

baik apabila disertai dengan penyesuaian-penyesuaian budaya

maupun kebiasaan yang dibawa serta oleh teknologi tersebut.

Daftar Pustaka

Hari Wibawanto. 2006. Learning Management System.

Handout. Disajikan pada Training on ICT in Instruction for

Quality Improvement of Graduate Study di Universitas

Udayana, Denpasar.

Kementerian Negara Riset dan Teknologi. 2006. Buku Putih.

Penelitian Pengembangan dan Penerapan IPTEK Bidang Teknologi

Informasi dan Komunikasi Tahun 2005-2025. Jakarta:

Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

Lallana, Emmanuel C. 2003. The Information Age. Manila: e-

Asean Task Force UNDP APDIP.

SEAMOLEC. 2003. e-Learning di Indonesia dan Prospeknya di

Masa Mendatang. Makalah. Disajikan pada Seminar Nasional E-Learning perlu E-Library di Universitas Kristen

Petra Surabaya pada 3 Februari 2003.

Unnes. 2006. Laporan Akhir Pelaksanaan Program K-2. Semarang:

Unnes

0 komentar:

Posting Komentar